Minggu, 09 Juli 2017

Skripsi Mahasiswa Jurusan Dakwah dan Komunikasi prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam



ABSTRAK

Megawati. Stereotip Perempuan Bugis dalam Simbol Uang Panai’ Pernikahan Masyarakat Jampue Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang

Uang panai' dalam tradisi Bugis Jampue merupakan sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan sebagai syarat sahnya peminangan menurut adat serta sebagai sebuah penghargaan dan realitas penghormatan terhadap norma dan strata sosial.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme dan teknik pengumpulan data berdasarkan pedoman wawancara mendalam, observasi partisipan dan non partisipan, serta dokumentasi. Sumber data penulis ada dua yaitu data primer dan data sekunder berupa opini, catatan dan dokumen (arsip) masyarakat Jampue Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang. Adapun tekhnik analisis datanya yaitu induktif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tata cara pernikahan suku Bugis Jampue kecamatan Lanrisang kabupaten Pinrang diatur sesuai dengan  adat, tradisi dan agama sehingga merupakan rangkaian acara yang menarik,  penuh tatakrama dan sopan santun serta saling menghargai. Pengaturan atau tatacara diatur mulai dari tahapan Makkita-kita, mammanu’-manu, madduta, mappettu ada, mappisseng, mattale undangang, mappasang pesta, maddamme, mappasili, mapacci, mappenre botting, madduppa botting, tudang/resepsi, mapparola, mammatua, mabbarazanji pelaksanaan adat pernikahan keseluruhannya mengandung arti dan makna. Artinya prosesi yang panjang membutuhkan biaya pernikahan yang tinggi sehingga faktor inilah yang sangat mendorong besaran biaya atau uang panai’ tinggi. Melalui proses tersebut terdapat proses yang spesifik membicarakn uang panai’ yang disebut proses mappattu ada.  Simbol uang panai’ pada masyarakat Bugis itu sendiri adalah sebagai lambang kehormatan. Uang panai’ memberikan dampak sosial yang positif dan negatif. Adanya stereotip atau pelabelan dari suku lain yang menetap di Jampue bahwa permintaan uang panaiyang tinggi sangat memberatkan, dan mereka melabelkan bahwa perempuan suku Bugis itu mahal dan tidak ada yang  bisa diandalkan, pernikahan  suku Bugis Jampue ada tawar menawar dan dalam upacara pernikahannya mereka kerap kali meminta dan mematok harga yang tinggi untuk anak perempuannya sehingga melahirkan persepsi dan stereotip oleh sebagian orang di luar suku Bugis sebagai perilaku “menjual anak perempuan”, tetapi adapula yang mengatakan kalau uang panaiitu sangat penting dan sangat diperlukan karena sebagai adat yang sudah menjadi tradisi yang harus dijunjung tinggi, uang panai’ juga digunakan sebagai biaya pesta pernikahan mempelai perempuan.
                                                   

Kata Kunci: Stereotip Perempuan Bugis dalam Simbol Uang Panai Pernikahan.

BIOGRAFI PENULIS
MEGAWATI, Lahir pada tanggal 08 November 1994 di Jampue Pinrang, Sulawesi Selatan. Anak ke tiga dari tiga bersaudara atau anak bungsu dari pasangan Muchlis Taba dan Hadra Renreng. Penulis mulai menempuh pendidikannya di TK DDI Jampue, MI DDI Jampue, selesai tahun 2007. Dilanjutkan di SMP Perguruan Islam Datumuseng Makassar selesai pada tahun 2010. Dan dilanjutkan lagi ke jenjang SMK Negeri 1 Pinrang dan tamat pada tahun 2013. Kemudian penulis melanjutkan kuliah di STAIN Parepare pada jurusan Dakwah dan Komunikasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam pada tahun 2013.
Penulis melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL) di PT. Fajar Televisi Makassar dan melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di desa Bola Bulu Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan.
Adapun organisasi yang sempat digeluti selama sekolah sampai kuliah di STAIN Parepare yaitu: Pramuka, HMJ Dakwah dan Komunikasi, GP Fatayat NU, dan Komando Resimen Mahasiswa Satuan 709 (MENWA) Parepare. Penulis menyelesaikan studinya di (STAIN) Parepare dengan judul skripsi: Stereotip Perempuan Bugis dalam Simbol Uang Panai Pernikahan Masyarakat Jampue Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang.

Popular Posts