Kamis, 10 Desember 2015

ETIKA KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM ( Dakom Awards 2015)


ETIKA KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh
MEGAWATI
13.3100.006



PROGRAM STUDI KOMUNIKASI & PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PARE-PARE

2015






BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang

      Islam adalah nilai dan tatanan yang diwahyukan Allah SWT sebagai petunjuk kehidupan manusia dalam segala aspek. Nilai ketauhidan, ketaqwaan, kemanusiaan dan kaidah-kaidah Islam lainnya dijadikan sandaran pokok dalam segala aspek perbuatan manusia. Di dalam Al Qur’an beberapa kata kunci yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi diantaranya adalah Al Bayan (penjelasan) dan Al-Qawl (perkataan). Kegiatan komunikasi dalam Islam ditujukan untuk mewujudkan hubungan vertikal antara “hamba“ dengan Allah SWT dan hubungan horizontal sesama manusia. Hubungan vertikal tersebut dilakukan dengan amalan ibadah seperti sholat, doa, dzikir dan ibadah lain yang merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
     Etika memberikan penekanan pada tindakan manusia, agar ada kesadaran moral, bersusila, dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Sekalipun tidak ada yang melihat, dengan etika,  tindakan yang bermoral selalu akan dilakukan. Sebab tindakannya didasarkan pada kesadaran, bukan karena keterpaksaan, atau pengaruh kekuasaan tertentu. 
      Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral.[1]
      Sebagai ajaran moral, etika berlaku bagi semua tindakan manusia, yang berimplikasi pada manusia lain. Salah satu pekerjaan yang berimplikasi pada orang lain adalah komunikasi. Komunikasi mempunyai implikasi kepada orang yang terlibat dalam proses transaksi pesan. Pesan yang salah atau tidak berdasarkan fakta, akan berimplikasi pada pemahaman yang salah pada orang lain yang diajak berkomunikasi. Terlebih lagi,  jika pesan tersebut disampaikan melalui media massa, implikasinyapun akan ada pada orang yang semakin banyak. Bahkan bisa berpengaruh terhadap konteks yang lebih luas, baik itu menyangkut persoalan politik, ekonomi, maupun budaya.
      Pesan dalam kegiatan komunikasi diarahkan pada pencapaian keuntungan secara materi baik antar individu maupun mengeruk keuntungan melalui sarana komunikasi massa seperti media cetak maupun elektronik. Aspek moral dan etika menjadi diabaikan sehingga berbagai produk komunikasi yang dihasilkan seringkali membawa dampak negatif yang besar. Sebagai contoh adalah banyaknya tampilan kekerasan terhadap anak, pornografi, fitnah,adu domba, mistik dan pencabulan yang menghiasi tayangan media massa dan dikonsumsi oleh masyarakat.
       Komunikasi dalam Islam yang senantiasa mengedepankan aspek ketelitian dan tanggungjawab membutuhkan adanya check dan recheck dalam setiap informasi yang diterima. Upaya tersebut dilakukan agar informasi yang didapat telah tersaring dan bisa dipertanggungjawabkan. Di dalam Al Qur’an disebutkan ”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu“ (QS Al Hujurat:6).[2]
    Di ayat lain Allah SWT menerangkan pentingnya aspek tanggungjawab yang disebutkan dalam Surat Al Israa’ ayat 36 yang artinya “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya“.
    Ketika Allah Subhanahu Wata’ala mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun maka yang diperintahkan adalah menggunakan bahasa yang lembut. Sejelek apapun pemerintah, organisasi maupun individu tentu akan lebih mengena jika nasehat atau masukan diberikan dengan cara-cara yang lembut.
1.2        Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana Islam memandang kegiatan komunikasi?
1.2.2        Bagaimana  tekhnik mengukur keefektifan komunikasi dalam pandangan  islam?
1.2.3        Pedoman apa yang digunakan islam dalam berkomunikasi?
1.3       Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui bagaimana kegiatan komunikasi dalam pandangan Islam
1.3.2        Mengetahui tekhnik mengukur keefektifan komunikasi dalam pandangan  islam
1.3.3        Mengetahui pedoman yang digunakan islam dalam berkomunikasi
1.4        Kegunaan
1.4.1        Menjadikan kegiatan komunikasi yang benar dalam pandangan Islam
1.4.2        Menjadikan  komunikasi lebih efektif  dalam pandangan  islam
1.4.3        Menjadikan komunikasi sebagai  pedoman yang digunakan untuk membangun hubungan dan ilmu pengetahuan











BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pandangan Islam tentang kegiatan komunikasi

 

Kedudukan etika dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana etikanya. Apabila etikanya baik, sejahteralah lahir batinnya, bila etikanya rusak, rusaklah lahir dan batinnya.
Etika yang baik selalu membuat seseorang menjadi aman, tenang, dan tidak adanya perbuatan yang tercela. Seseorang yang beretika mulia selalu melakukan kewajiban-kewajibannya. Dia melakukan kewajiban terhadap dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhan yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk lain (alam semesta) dan terhadap sesama manusia.
Sebagai salah satu elemen menentukan dalam gerak sejarah, etika dalam konsep dan praktik media pun berpengaruh terhadap jatuh bangunnya suatu masyarakat. Etika termulia yang dapat diperankan media adalah beraktifitas untuk mencapai kesejahteraan yang seimbang antara lahir dan batin para pelaku dan penggunanya. Bukan saja perlu menggali fakta dan faktor terjadinya peristiwa dengan akurat, melainkan pula harus mampu menyodorkan hikmah dengan efektif dan efisien dan mengarahkan para pelaku dan penggunanya ke arah kesempurnaan. Selain itu, iklan yang disebarluaskan media juga bukannya praktik manipulasi dan munafik, tetapi harus benar dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih. Sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi mempengaruhi perubahan perilaku, cara hidup kemasyarakatan, serta nilai-nilai yang ada. komunikasi sendiri sebenarnya telah diajarkan oleh Sang Pencipta, Allah SWT, melalui kitabnya Al Qur’an tentang bagaimana pentingnya komunikasi bagi umat manusia, khususnya umat Islam.
Efektifitas komunikasi menyangkut kontak sosial manusia dalam masyarakat, kontak dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Kontak yang paling menonjol dikaitkan dengan perilaku. Selain itu, masalah yang menonjol dalam proses komunikasi adalah perbandingan antara pesan yang disampaikan dengan pesan yang diterima. Informasi yang disampaikan tidak hanya tergantung kepada jumlah (besar atau kecil) akan tetapi sangat tergantung pada sejauh mana informasi itu dapat dimengerti atau tidak. Tujuannya adalah bagaimana mewujudkan komunikasi yang efektif dan efisien.
Dalam perspektif Islam, komunikasi disamping untuk mewujudkan hubungan secara vertical dengan Allah Swt, juga untuk menegakkan komunikasi secara horizontal terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Allah SWT tercermin melalui ibadah-ibadah fardhu (salat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang disebut muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya.
Dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Ini merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.
Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.
2.1.1  Qaulan Sadidan  artinya pembicaraan yang benar, jujur, tidak  bohong dan tidak berbelit-belit. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan  perkataan yang benar lagi tepat.” (QS. Al-Nisa 4:9)
  Qaulan Sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
“Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).
Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. “Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83).
Dalam bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
2.1.2   Qaulan Baligha Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya .artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (QS An-Nissa :63).
Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication).
2.1.3. Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (QS An-Nissa :5)
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik (QS An-Nissa :8)
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Ma’ruf... (QS. Al-Baqarah:235).
2.1.4. Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari perkataan sadis.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mulia (QS. Al-Isra: 23).
2.1.5. Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut (QS. Thaha: 44).
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita. Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi.
2.1.6. Qaulan Maysura bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan. Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif tejadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (QS Al Isra :28)[3]
2.1.7 Qaulan Salama adalah keselamatan, ketentraman, kedamaian, dan nilai kehormatan. Kata salam dalam QS. Alfurqan (25) “ Dan hama-hamba Tuhan yang maha pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
2.1.8 Ashanu Qawla perkataan terbaik. Allah berfirman QS. Al isrl :53 “ Dan katakanlah kepada hamba-hambaku: hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik ( benar). Sesungguhnya syetan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.[4]
Communicate berarti memberitahukan atau berhubungan. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti sama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya. Semut dan lebah dikenal mampu berkomunikasi dengan baik. Bahkan tumbuh-tumbuhanpun sepertinya mampu berkomunikasi.
Selain dari atas ada beberapa sikap yang perlu dicermati oleh seseorang dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi verbal, yaitu antara lain: Berorientasi pada kebenaran, tulus, ramah, kesungguhan, ketenangan, percaya diri, mau mendengarkan dengan baik.
2.2      Teknik Berkomunikasi Yang  Efektif Dalam Pandangan Islam
Sebagaimana yang disebutkan bahwa komunikasi efektif tejadi apabila suatu pesan yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Komunikasi sebenarnya bukan hanya ilmu pengetahuan, tapi juga seni bergaul dan kreatif komunikasi yang efektif adalah dalam makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan kunikator-pndeknya, komunikasi efektif adalah makna bersama[5]. Karena itu, dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi verbal dalam forum formal, diperlukan langkah-langkah yang tepat. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Memahami maksud dan tujuan berkomunikasi.
b.      Mengenali komunikan (audience).
c.       Berorientasi pada tema komunikasi
d.       Menyampaikan pesan dengan jelas.
e.       Menggunakan alat bantu yang sesuai.
f.       Menjadi pendengar yang baik.Memusatkan perhatian.
g.    Menghindari terjadinya gangguan.
h.    Membuat suasana menyenangkan.
i.      Memanfaatkan bahasa tubuh dengan benar.
j.      Sikap rendah hati
k.    Empati
l.      Respect[6]
Mengukur dan menilai keefektifan komunikasi dapat dilakukan apabila maksud tidak jelas. Dalam berkomunikasi  seseorang menginginkan sebuah hasil atau lebih dari beberapa kemungkinan hasil yang diperoleh. Yang dapat dijadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif yaitu: pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.
2.2.1 Pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan ransangan seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Dalam hal ini komunikator dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikannya. Kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah ketidakberhasilan dalam menyampaikan isi pesan secara cermat.
2.2.2 Kesenangan, tidak semua komunikasi ditunjukan untuk menyampaikan maksud tertentu, tujuan mazhab analisi transaksional adalah sekadar komunikasi dengan orang lain untuk menimbulkan kesejahteraan bersama.
2.2.3    Mempengaruhi sikap tindakan mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita. Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap , atau pengaruh sikapberlangsung terus seumur hidup.
2.2.4 Memperbaiki hubungan sudah menjadi keyakinan umum bila seseorang dapat memilih kata yang tepat, mempersiapkannya jauh sebelumnya, dan mengemukakannya tepat pula, maka hasil komunikasi yang sempurna dapat dipastikan.
2.2.5  Tindakan banyak orang berpendapat bahwa komunikasi apapun tidak ada gunanyabila tidak memberi hasil sesuai dengan yang diinginkan. Mendorong seseorang melakukan tindakan yang sesuai degan yang diharapkan merupakan hal yang paling sulit dicapai dalam berkomunikasi.[7]
2.3      Pedoman Islam Dalam Berkomunikasi
Komunikasi yang baik adalah komunikasi dimana pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik tanpa menimbulkan perasaan negatif. Ada beberapa pedoman untuk menjalin komunikasi yang baik, yaitu antara lain:
a.       Berkomunikasi dengan berpedoman pada nilai-nilai Islam.
b.       Setiap situasi komunikasi mempunyai keunikan.
c.       Kunci sukses komunikasi adalah umpan balik.
d.      Komunikasi bersemuka adalah bentuk komunikasi yang paling efektif.
e.       Setiap pesan komunikasi mengandung unsur informasi sekaligus emosi.
f.       Kata adalah lambang untuk mengekspresikan pikiran atau perasaan yang terbuka untuk ditafsirkan.
g.      Semakin banyak orang yang terlibat, komunikasi semakin kompleks.
h.      Dapat terjadi gangguan dalam penyampaian pesan komunikasi.
i.        Perbedaan persepsi mengganggu keefektifan sampainya pesan.
j.         Orang berkomunikasi sesuai dengan situasi komunikasi yang diharapkannya.












BAB III
PENUTUP
3.1      Kesimpulan

Komunikasi dalam perspektif Islam memiliki enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.
Dalam perkembangannya, komunikasi ini mulai menjadi suatu disiplin ilmu yang mesti kita pelajari, karena dalam mengarungi romantika kehidupan ini kita tidak akan terlepas dari interaksi antar sesama, dan interaksi antar sesama itu tercermin dalam komunikasi. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang apabila suatu pesan yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.
Saat ini masih banyak orang yang belum memaksimalkan kemampuan komunikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Baik berkomunikasi dengan Tuhan (Horizontal) maupun dengan sesama (Vertikal). Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk mempelajari dan meningkatkan kembai kemampuan berkomunikasi kita agar dalam menjalani hidup ini kita bisa berada dalam suatu keharmonisan yang sejatinya itu dimiliki oleh kita semua sebagai Insan Allah yang mulia.
Komunikasi horizontal sesama manusia terlaksana dalam praktek muamalah dalam berbagai bidang seperti sosial, budaya, politik, seni dan lainnya. Muara dari kegiatan komunikasi tersebut adalah meningkatnya ketaqwaan seseorang dan juga terbentuknya transformasi masyarakat yang lebih baik dalam naungan prinsip-prinsip ajaran Islam yang rahmatan lil ’alamin (membawa rahmat bagi semua).
Hal ini tentu berbeda dengan konsep kegiatan komunikasi dalam perspektif pemikiran Barat yang memandang komunikasi dari sisi pragmatis, materialistik dan menekankan pada kapitalisme semata. Pesan dalam kegiatan komunikasi diarahkan pada pencapaian keuntungan secara materi baik antar individu maupun mengeruk keuntungan melalui sarana komunikasi massa seperti media cetak maupun elektronik. Aspek moral dan etika menjadi diabaikan sehingga berbagai produk komunikasi yang dihasilkan seringkali membawa dampak negatif yang besar.
Komunikasi dalam Islam yang senantiasa mengedepankan aspek ketelitian dan tanggungjawab membutuhkan adanya check dan recheck dalam setiap informasi yang diterima. Upaya tersebut dilakukan agar informasi yang didapat telah tersaring dan bisa dipertanggungjawabkan.
3.2       Saran
Semoga dengan pembuatan karya tulis ilmiah ini senatiasa menambah wawasan serta pengetahuan dan yang terpenting adalah menjadi motivasi, baik bagi penyusun maupun rekan-rekan sekalian.



DAFTAR PUSTAKA

Mufid, Muhammad. 2010.  Etika Filsafat  Dan Komunikasi.  Jakarta: kencana.
Illahi, Wahyu , M.A. 2010. Komunikasi Dakwah.  Bandung: Rosdakarya.

Najed, Hamang Najed, M. Ag. DR. 2012. Dakwah efektif ( public speaking). Parepare:LbH Press.
Lubis, Stewart L. Sylvia Moss. 2008. human communication Prinsip-prinsip dasar komunikasi Bandung: PT remaja rosdakarya.
Lubis, Stewart L. Sylvia Moss. 2008.  human communication konteks-konteks komunikasi Bandung: PT remaja rosdakarya.
QS Al Hujurat:6




  [1]Muhammad Mufid Etika Filsafat  Dan Komunikasi ( Jakarta: kencana, 2010), h. 174

[2] QS Al Hujurat:6
[3] Wahyu Ilaihi, M.A. Komunikasi Dakwah ( Bandung: Rosdakarya, 2010), h. 171-189
[4] DR. M. Nasri Hamang Najed, M. Ag. Dakwah efektif ( public speaking) (Parepare:LbH Press, 2012), h. 8
[5]  Stewart L. Lubis – Sylvia Moss  human communication konteks-konteks komunikasi (Bandung: PT remaja rosdakarya),  h. 8
     [6]  Wahyu Ilaihi, M.A. Komunikasi Dakwah ( Bandung: Rosdakarya, 2010), h. 166
[7] Stewart L. Lubis – Sylvia Moss  human communication Prinsip-prinsip dasar komunikasi (Bandung: PT remaja rosdakarya), h. 22-27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts