ETIKA KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
MEGAWATI
13.3100.006
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI &
PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PARE-PARE
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam
adalah nilai dan tatanan yang diwahyukan Allah SWT sebagai petunjuk kehidupan
manusia dalam segala aspek. Nilai ketauhidan, ketaqwaan, kemanusiaan dan
kaidah-kaidah Islam lainnya dijadikan sandaran pokok dalam segala aspek
perbuatan manusia. Di dalam Al Qur’an beberapa kata kunci yang berkaitan dengan
kegiatan komunikasi diantaranya adalah Al Bayan (penjelasan) dan Al-Qawl
(perkataan). Kegiatan komunikasi dalam Islam ditujukan untuk mewujudkan
hubungan vertikal antara “hamba“ dengan Allah SWT dan hubungan horizontal
sesama manusia. Hubungan vertikal tersebut dilakukan dengan amalan ibadah
seperti sholat, doa, dzikir dan ibadah lain yang merupakan upaya manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Etika memberikan penekanan
pada tindakan manusia, agar ada kesadaran moral, bersusila, dan sesuai dengan
norma-norma yang berlaku. Sekalipun tidak ada yang melihat, dengan etika,
tindakan yang bermoral selalu akan dilakukan. Sebab tindakannya didasarkan pada
kesadaran, bukan karena keterpaksaan, atau pengaruh kekuasaan tertentu.
Etika sering disebut filsafat moral. Etika
merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia dalam
kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika mempersoalkan bagaimana manusia
seharusnya berbuat atau bertindak. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap
terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai
kesadaran moral.[1]
Sebagai
ajaran moral, etika berlaku bagi semua tindakan manusia, yang berimplikasi pada
manusia lain.
Salah satu pekerjaan yang berimplikasi pada orang lain adalah komunikasi.
Komunikasi mempunyai implikasi kepada orang yang terlibat dalam proses
transaksi pesan. Pesan yang salah atau tidak berdasarkan fakta, akan
berimplikasi pada pemahaman yang salah pada orang lain yang diajak
berkomunikasi. Terlebih lagi, jika pesan
tersebut disampaikan melalui media massa, implikasinyapun akan ada pada orang
yang semakin banyak. Bahkan bisa berpengaruh terhadap konteks yang lebih luas,
baik itu menyangkut persoalan politik, ekonomi, maupun budaya.
Pesan
dalam kegiatan komunikasi diarahkan pada pencapaian keuntungan secara materi
baik antar individu maupun mengeruk keuntungan melalui sarana komunikasi massa
seperti media cetak maupun elektronik. Aspek moral dan etika menjadi diabaikan
sehingga berbagai produk komunikasi yang dihasilkan seringkali membawa dampak
negatif yang besar. Sebagai contoh adalah banyaknya tampilan kekerasan terhadap
anak, pornografi, fitnah,adu domba, mistik dan pencabulan yang menghiasi tayangan
media massa dan dikonsumsi oleh masyarakat.
Komunikasi
dalam Islam yang senantiasa mengedepankan aspek ketelitian dan tanggungjawab
membutuhkan adanya check dan recheck dalam setiap informasi yang diterima.
Upaya tersebut dilakukan agar informasi yang didapat telah tersaring dan bisa
dipertanggungjawabkan. Di dalam Al Qur’an disebutkan ”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu“ (QS Al Hujurat:6).[2]
Di ayat lain Allah SWT menerangkan
pentingnya aspek tanggungjawab yang disebutkan dalam Surat Al Israa’ ayat 36
yang artinya “Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya“.
Ketika Allah Subhanahu Wata’ala mengutus
Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun maka yang diperintahkan adalah menggunakan
bahasa yang lembut. Sejelek apapun pemerintah, organisasi maupun individu tentu
akan lebih mengena jika nasehat atau masukan diberikan dengan cara-cara yang
lembut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana Islam
memandang kegiatan komunikasi?
1.2.2
Bagaimana tekhnik mengukur keefektifan komunikasi dalam
pandangan islam?
1.2.3
Pedoman apa yang
digunakan islam dalam berkomunikasi?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui
bagaimana kegiatan komunikasi dalam pandangan Islam
1.3.2
Mengetahui tekhnik
mengukur keefektifan komunikasi dalam pandangan
islam
1.3.3
Mengetahui
pedoman yang digunakan islam dalam berkomunikasi
1.4 Kegunaan
1.4.1
Menjadikan
kegiatan komunikasi yang benar dalam pandangan Islam
1.4.2
Menjadikan komunikasi lebih efektif dalam pandangan islam
1.4.3
Menjadikan
komunikasi sebagai pedoman yang digunakan untuk
membangun hubungan dan ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Islam tentang kegiatan komunikasi
Kedudukan etika dalam kehidupan manusia menempati tempat
yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh
bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana etikanya. Apabila
etikanya baik, sejahteralah lahir batinnya, bila etikanya rusak, rusaklah lahir
dan batinnya.
Etika yang baik selalu membuat seseorang menjadi aman,
tenang, dan tidak adanya perbuatan yang tercela. Seseorang yang beretika mulia
selalu melakukan kewajiban-kewajibannya. Dia melakukan kewajiban terhadap
dirinya sendiri yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhan yang menjadi hak
Tuhannya, terhadap makhluk lain (alam semesta) dan terhadap sesama manusia.
Sebagai salah satu elemen menentukan dalam gerak sejarah,
etika dalam konsep dan praktik media pun berpengaruh terhadap jatuh bangunnya
suatu masyarakat. Etika termulia yang dapat diperankan media adalah
beraktifitas untuk mencapai kesejahteraan yang seimbang antara lahir dan batin
para pelaku dan penggunanya. Bukan saja perlu menggali fakta dan faktor
terjadinya peristiwa dengan akurat, melainkan pula harus mampu menyodorkan
hikmah dengan efektif dan efisien dan mengarahkan para pelaku dan penggunanya
ke arah kesempurnaan. Selain itu, iklan yang disebarluaskan media juga bukannya
praktik manipulasi dan munafik, tetapi harus benar dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih. Sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami. Komunikasi mempengaruhi perubahan perilaku, cara hidup
kemasyarakatan, serta nilai-nilai yang ada. komunikasi sendiri sebenarnya telah
diajarkan oleh Sang Pencipta, Allah SWT, melalui kitabnya Al Qur’an tentang
bagaimana pentingnya komunikasi bagi umat manusia, khususnya umat Islam.
Efektifitas komunikasi menyangkut
kontak sosial manusia dalam masyarakat, kontak dilakukan dengan cara yang
berbeda-beda. Kontak yang paling menonjol dikaitkan dengan perilaku. Selain
itu, masalah yang menonjol dalam proses komunikasi adalah perbandingan antara
pesan yang disampaikan dengan pesan yang diterima. Informasi yang disampaikan
tidak hanya tergantung kepada jumlah (besar atau kecil) akan tetapi sangat
tergantung pada sejauh mana informasi itu dapat dimengerti atau tidak.
Tujuannya adalah bagaimana mewujudkan komunikasi yang efektif dan efisien.
Dalam perspektif Islam, komunikasi
disamping untuk mewujudkan hubungan secara vertical dengan Allah Swt, juga
untuk menegakkan komunikasi secara horizontal terhadap sesama manusia.
Komunikasi dengan Allah SWT tercermin melalui ibadah-ibadah fardhu (salat,
puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan
komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial
yang disebut muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan
manusia, seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya.
Dalam Al-Quran dan Al-Hadits
ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif.
Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi
dalam perspektif Islam. Ini merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam melakukan
komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan
sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.
Dalam berbagai literatur tentang
komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau
pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika
komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan
Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.
2.1.1 Qaulan
Sadidan artinya pembicaraan yang benar,
jujur, tidak bohong dan tidak
berbelit-belit. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.” (QS. Al-Nisa
4:9)
Qaulan Sadidan berarti pembicaran,
ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi,
pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dari segi substansi, komunikasi Islam
harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar
saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
“Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).
Dari segi
redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar,
baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. “Dan berkatalah kamu kepada semua
manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83).
Dalam bahasa
Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan
kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
2.1.2 Qaulan Baligha Kata baligh berarti tepat, lugas,
fasih, dan jelas maknanya .artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat
sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to
the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat
sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan
kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh
mereka.
“Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena
itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka perkataan yang berbekas pada
jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).
Gaya bicara
dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan
dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak
TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam
konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi
di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa
(language of mass communication).
2.1.3. Qaulan Ma’rufa artinya
perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak
kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
“Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (QS
An-Nissa :5)
“Dan apabila
sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah
mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” (QS
An-Nissa :8)
“Dan tidak
ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar
mengucapkan (kepada mereka) Ma’ruf... (QS. Al-Baqarah:235).
2.1.4. Qaulan Karima adalah
perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak
didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang
mulia wajib dilakukan saat berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang
membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati
mereka. Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan
kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Dalam konteks
jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang
santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari perkataan sadis.
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu
janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mulia” (QS.
Al-Isra: 23).
2.1.5. Qaulan Layina berarti
pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh
keramahan, sehingga dapat menyentuh hati.
“Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut…” (QS. Thaha:
44).
Ayat di atas
adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara
lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan
(orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak
untuk menerima pesan komunikasi kita. Dengan demikian, dalam komunikasi Islam,
semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada
keras dan tinggi.
2.1.6. Qaulan Maysura bermakna
ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh
komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal
yang menggembirakan. Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator)
kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif tejadi apabila sesuatu (pesan) yang
diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan,
sehingga tidak terjadi salah persepsi.
”Dan jika
kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (QS Al Isra :28)[3]
2.1.7 Qaulan Salama adalah keselamatan,
ketentraman, kedamaian, dan nilai kehormatan. Kata salam dalam QS. Alfurqan
(25) “ Dan hama-hamba Tuhan yang maha pengasih itu adalah orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
2.1.8 Ashanu Qawla perkataan terbaik. Allah
berfirman QS. Al isrl :53 “ Dan katakanlah kepada hamba-hambaku: hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik ( benar). Sesungguhnya syetan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh
yang nyata bagi manusia.[4]
Communicate berarti
memberitahukan atau berhubungan. Secara etimologis, komunikasi berasal dari
bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti
sama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu
(pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media.
Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain. Namun,
komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga dilakukan oleh
makhluk-makhluk yang lainnya. Semut dan lebah dikenal mampu berkomunikasi
dengan baik. Bahkan tumbuh-tumbuhanpun sepertinya mampu berkomunikasi.
Selain dari atas ada beberapa sikap
yang perlu dicermati oleh seseorang dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi
verbal, yaitu antara lain: Berorientasi pada kebenaran, tulus, ramah, kesungguhan,
ketenangan, percaya diri, mau mendengarkan dengan baik.
2.2 Teknik
Berkomunikasi Yang Efektif Dalam
Pandangan Islam
Sebagaimana yang
disebutkan bahwa komunikasi efektif tejadi apabila suatu pesan yang
diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan,
sehingga tidak terjadi salah persepsi. Komunikasi sebenarnya bukan hanya ilmu
pengetahuan, tapi juga seni bergaul dan kreatif komunikasi yang efektif adalah
dalam makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan
kunikator-pndeknya, komunikasi efektif adalah makna bersama[5].
Karena itu, dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi verbal dalam forum
formal, diperlukan langkah-langkah yang tepat. Langkah-langkah tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Memahami maksud dan tujuan
berkomunikasi.
b.
Mengenali komunikan (audience).
c.
Berorientasi pada tema komunikasi
d.
Menyampaikan pesan dengan jelas.
e.
Menggunakan alat bantu yang sesuai.
f.
Menjadi pendengar yang
baik.Memusatkan perhatian.
g.
Menghindari terjadinya gangguan.
h.
Membuat suasana menyenangkan.
i.
Memanfaatkan bahasa tubuh dengan
benar.
j.
Sikap rendah hati
k.
Empati
l.
Respect[6]
Mengukur dan menilai keefektifan komunikasi dapat
dilakukan apabila maksud tidak jelas. Dalam berkomunikasi seseorang menginginkan sebuah hasil atau
lebih dari beberapa kemungkinan hasil yang diperoleh. Yang dapat dijadikan
ukuran bagi komunikasi yang efektif yaitu: pemahaman, kesenangan, pengaruh pada
sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.
2.2.1 Pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan ransangan
seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Dalam hal ini komunikator
dikatakan efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan
yang disampaikannya. Kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah
ketidakberhasilan dalam menyampaikan isi pesan secara cermat.
2.2.2 Kesenangan, tidak semua komunikasi ditunjukan untuk menyampaikan
maksud tertentu, tujuan mazhab analisi transaksional adalah sekadar komunikasi
dengan orang lain untuk menimbulkan kesejahteraan bersama.
2.2.3 Mempengaruhi sikap tindakan
mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Dalam
berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan berusaha agar
orang lain memahami ucapan kita. Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap ,
atau pengaruh sikapberlangsung terus seumur hidup.
2.2.4 Memperbaiki hubungan sudah menjadi keyakinan umum bila seseorang
dapat memilih kata yang tepat, mempersiapkannya jauh sebelumnya, dan
mengemukakannya tepat pula, maka hasil komunikasi yang sempurna dapat
dipastikan.
2.2.5 Tindakan banyak orang
berpendapat bahwa komunikasi apapun tidak ada gunanyabila tidak memberi hasil sesuai
dengan yang diinginkan. Mendorong seseorang melakukan tindakan yang sesuai
degan yang diharapkan merupakan hal yang paling sulit dicapai dalam
berkomunikasi.[7]
2.3 Pedoman
Islam Dalam Berkomunikasi
Komunikasi yang baik adalah
komunikasi dimana pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik tanpa
menimbulkan perasaan negatif. Ada beberapa pedoman untuk menjalin komunikasi
yang baik, yaitu antara lain:
a.
Berkomunikasi dengan berpedoman pada
nilai-nilai Islam.
b.
Setiap situasi komunikasi mempunyai keunikan.
c.
Kunci sukses komunikasi adalah umpan
balik.
d.
Komunikasi bersemuka adalah bentuk
komunikasi yang paling efektif.
e.
Setiap pesan komunikasi mengandung
unsur informasi sekaligus emosi.
f.
Kata adalah lambang untuk
mengekspresikan pikiran atau perasaan yang terbuka untuk ditafsirkan.
g.
Semakin banyak orang yang terlibat,
komunikasi semakin kompleks.
h.
Dapat terjadi gangguan dalam
penyampaian pesan komunikasi.
i.
Perbedaan persepsi mengganggu
keefektifan sampainya pesan.
j.
Orang berkomunikasi sesuai dengan situasi
komunikasi yang diharapkannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi dalam perspektif Islam
memiliki enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan
sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni (1) Qaulan Sadida,
(2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima, (5) Qaulan Layinan,
dan (6) Qaulan Maysura.
Dalam perkembangannya, komunikasi
ini mulai menjadi suatu disiplin ilmu yang mesti kita pelajari, karena dalam
mengarungi romantika kehidupan ini kita tidak akan terlepas dari interaksi
antar sesama, dan interaksi antar sesama itu tercermin dalam komunikasi.
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang apabila suatu pesan yang
diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan,
sehingga tidak terjadi salah persepsi.
Saat ini masih banyak orang yang
belum memaksimalkan kemampuan komunikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Baik
berkomunikasi dengan Tuhan (Horizontal) maupun dengan sesama (Vertikal). Oleh
karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk mempelajari dan meningkatkan
kembai kemampuan berkomunikasi kita agar dalam menjalani hidup ini kita bisa
berada dalam suatu keharmonisan yang sejatinya itu dimiliki oleh kita semua
sebagai Insan Allah yang mulia.
Komunikasi horizontal
sesama manusia terlaksana dalam praktek muamalah dalam berbagai bidang seperti
sosial, budaya, politik, seni dan lainnya. Muara dari kegiatan komunikasi
tersebut adalah meningkatnya ketaqwaan seseorang dan juga terbentuknya
transformasi masyarakat yang lebih baik dalam naungan prinsip-prinsip ajaran
Islam yang rahmatan lil ’alamin (membawa rahmat bagi semua).
Hal ini tentu berbeda
dengan konsep kegiatan komunikasi dalam perspektif pemikiran Barat yang
memandang komunikasi dari sisi pragmatis, materialistik dan menekankan pada
kapitalisme semata. Pesan dalam kegiatan komunikasi diarahkan pada pencapaian
keuntungan secara materi baik antar individu maupun mengeruk keuntungan melalui
sarana komunikasi massa seperti media cetak maupun elektronik. Aspek moral dan
etika menjadi diabaikan sehingga berbagai produk komunikasi yang dihasilkan
seringkali membawa dampak negatif yang besar.
Komunikasi dalam Islam
yang senantiasa mengedepankan aspek ketelitian dan tanggungjawab membutuhkan
adanya check dan recheck dalam setiap informasi yang diterima. Upaya tersebut
dilakukan agar informasi yang didapat telah tersaring dan bisa dipertanggungjawabkan.
3.2 Saran
Semoga dengan pembuatan
karya tulis ilmiah ini senatiasa menambah wawasan serta pengetahuan dan yang
terpenting adalah menjadi motivasi, baik bagi penyusun maupun rekan-rekan
sekalian.
DAFTAR
PUSTAKA
Mufid, Muhammad. 2010. Etika
Filsafat Dan Komunikasi. Jakarta: kencana.
Illahi, Wahyu , M.A. 2010. Komunikasi
Dakwah. Bandung: Rosdakarya.
Najed, Hamang Najed, M. Ag. DR. 2012. Dakwah efektif ( public speaking). Parepare:LbH Press.
Lubis, Stewart L. Sylvia Moss. 2008. human communication Prinsip-prinsip dasar komunikasi Bandung:
PT remaja rosdakarya.
Lubis, Stewart L. Sylvia Moss. 2008. human
communication konteks-konteks komunikasi Bandung: PT remaja rosdakarya.
QS
Al Hujurat:6
[1]Muhammad Mufid Etika Filsafat Dan Komunikasi ( Jakarta: kencana, 2010), h. 174
[2]
QS Al Hujurat:6
[3]
Wahyu Ilaihi, M.A. Komunikasi Dakwah ( Bandung: Rosdakarya,
2010), h. 171-189
[4]
DR. M. Nasri Hamang Najed, M. Ag. Dakwah
efektif ( public speaking) (Parepare:LbH Press, 2012), h. 8
[5] Stewart
L. Lubis – Sylvia Moss human communication konteks-konteks
komunikasi (Bandung: PT remaja rosdakarya), h. 8
[7]
Stewart L.
Lubis – Sylvia Moss human communication Prinsip-prinsip dasar
komunikasi (Bandung:
PT remaja rosdakarya), h. 22-27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar